Persahabatan
Dalam hidupku selama ini adalah selalu berharap untuk memiliki sahabat, dan pada
akhirnya ketika aku duduk dikels delapan SMP 2 Melati, aku memiliki dua orang
sahabat, mereka adalah Tina dan Fuji. Awalnya hanya mereka berdua saja yang
bersahabat. Mungkin mereka tahu tentang apa yang aku rasakan, sejak itu pada
sore hari setelah pulang Les Bahasa Inggris, aku keluar kelas dan ternyata
mereka memanggilku “Desta, Sini dulu” mereka memanggilku.
“kenapa?” tanyaku, “cepetan sini” kata Fuji. Lalu aku mengampiri mereka disertai
rasa ragu dan bingung “ memangny ada apa sih? Ngak biasa-biasanya kayak gini?”
tanyaku bingung, “ kamu mau ngak kalo kita sekarang bersahabat?” jawab Tina
sambil menanya. “ya maulah” aku menjawab dengan begitu gembira, “ pokoknya g’
boleh ada rahasia, kalo ada masalah sekecil-kecilnya harus harus berbagi dan g’
boleh ada rahasiaan” pinta Tina.
Hari demi hari persahabatan itu terus berjlan baik disekolah maupun dirumah.
Kami selalu bersama, sampai-sampai kata teman-teman yang lain mengatakan kalu
kami itu tiga Roda yang selalu bertiga. Pada suatu hari dikelas kamu sedang
mencari tugas di Internet, aku dan Fuji merasa heran kenapa Tina hanya terdiam
dan tidak berbicara satu patah katapun, kemudian dia mengambil laptopnya, kami
pun tak tahu apa yang ia buka, kami menanyakannya “ Tin, kamu ngapain?” tanyaku
heran,
“oh, g’ apa-apa kok” Tina menjawab sambil senyum.
Karena kami tidak percaya apa yang sedang dilakukan Tina, lalu kami mendekati
Tina tapi dia menjauh dan tetap tidak mau member tahu kami.
Hari senin adalah hari dimana Tina Piket, tapi dia tidak pernah mau piket. Kami
sangat jengkel dan kesal sekali. Setelah upacara upacara selesai siswa-siswa
masuk kelas masing-masing. Ketika aku duduk dikelas, Fuji mendekati aku.
“Ka, hari ini aku jengkel sekali sama Tina” kata Fuji “ Kenapa emangnya?,
sebenarnya aku juga jengkel si sama dia, tapi mau di gimanain lagi” jawabku.
Lalu Fuji berkata “ dia itu orangnya pemales banget si? Piket aja g’ mau.”
Sampai istirahat tiba Fuji tetap duduk disampingku, karena kebetulan Dea yang
duduk disampingku tidak sekolah. “Ayo Ka kita kekantin” Fuji mengajakku “Ayo”
jawabku sambil berjalan menuju kantin terdengar suara Tina.
“Ishhh… kalian ini lho sombong bener” Tina berbicara di belakang kami.
“Eh, kenapa Tin? Ayo kita kekantin bareng” Ajak Fuji. “aduh, gimana ini ya Ji?
Dia pasti marah banget sama kita” tanyaku binbang. “ ya udah kita deketin aja
dia” ajak Fuji sambil berjalan mendekati Tina.
Terlihat disana Tina Yang sedang menangis sambil duduk di pojokan kelas. “Tin,
Kenapa? Jangan marah ya?” Tanya kami takut sambil duduk disamping Tina, wajarlah
kalo kami agak taku dengan Tina karena dia orangnya cukup pemarah dan egois.
Tina tetap tidak mau berbicara sedikitpun, ia tetap menangis. Dan akhirnya kami
tinggalkan dia sendirian, kami juga merasa capek harus ngertiin dia terus
sedangkan dia g’ pernah mau ngertiin kami.
Didepan kelas aku hanya ngobrol berdua saja dengan Fuji. “Ji, sebenarnya aku
lebih sering kalian berdua sakitin, kalian sering pulang berdua sedangkan aku
ditinggal sendirian. Tapi apa aku pernah marah sama kalian? G pernah kan? “
kataku meremehkan Tina
“
ia sih Ka, aku juga ngerasai sama kok sama kamu,terus gimana ya persahabatan
kita ini? Kalo terus kita lanjutin ini Cuma bikin kita sengsara nahan pegel
hati, tapi kalo kita udahin sampe sini g’ mungkin juga, baru kita tinggalin
sebentar aja dia udah marah sampe kayak gitu, apa lagi kalo kita udahin?” Tina
menjawab.
“Ya udahlah kita jalanin aja, nanti juga dia berubah sendiri.” Kata ku pasrah.
Dan ketika kami sedang MID semester, Tina tidak bias mengikuti karena dia
terpilih untuk mengikuti lomba Puisi. Hanya aku dan Fuji saja yang bersama. Yang
aku harapkan ketika sedang MID ini aku bias belajar bersama dengan Fuji, tapi
harapan aku itu hanyalah harapan, tak sesuai dengan apa yang aku inginkan.
Fuji belajar dengan Maryam orang lain yang lebih pintar tanpa mengajakku, semula
aku hanya mnegrira bahwa dia bener-bener takut jika nilainya turun dan nanti
juga pasti dia main dengan aku lagi pikirku. Tapi ternyata ketika istirahat dia
tetap bersama Maryam, dia sama sekali tidak senyum apalagi mau mengajakku.
Saat itu aku hanya kesepian sendiri, tak ada teman untuk berbagi. Saat itu uga
aku sangat benci, jengkel, kesel dengan Fuji “ Kenapa si orang itu, sonbong
banget awas aja ya kalo kamu masih butuh dengan aku, memangnya salah aku apa
sama kamu?” aku berbicara sendiri sambil marah dan terus memikirkan sebenarya
apa salah ku padanya?. Sejak itu aku cukup kecewa dengan sahabatku sendiri.
Keesokan harinya, Tina sekolah dia sudah pulang dari lomba. Ketika Tina pulang
kami bersama lagi seperti biasanya. Aku tetap mencuekkan Fuji.
Lalu Fuji berbicara “Tika, kamu sudah belajar Bahasa Indonesia belum?”, “ Ih, ni
orang gimana sih? G’ tahu diri banget? Kemarin sombongnya minta ampun, sekarang
malah nanya-nanya g’ tahu malu apa?” kata ku dalam hati, “belum” jawabku cepat
dan menyuekkannya.
Setelah MID semester selesai . ada guru staf yang masuk kelas kami, ternyata
guru itu menanyakan siswa yang belum membayar uang SPP , dan teryata hanya aku
sendiri yang belum bayar karena uangnya sudah dipakai untuk bayar uang
kontrakan, jadi tentu saja aku belum bayar sampai sekarang.
Ketika Tina dan Fuji mendengar hanya aku sendiri yang belum bayar dan harus
dilunaskan besok. Mereka mendekati aku dan berkata ”Tika, kamu tenang aja ya,
kita pasti bantu kamu kok” kata Fuji, “tapi aku g’ punya uang buat mengembalikan
uang itu nanti pada kalian?” aku menjawab bingung . “kamu tenang aja, uangnya
tidak perlu dikembalikan” Tina menjelaskan. “ terima kasih banyak ya, kalian
berdua memang sahabatklu yang paling baik” ucap ku sambil memeluk mereka berdua.
Sejak saat itu, aku baru merasakan betapa berartinya sahabat, dia selalu ada
ketika aku dalam keadaan senang maupun susah, mereka tak pernah segan untuk
membantuku. Aku merasa bersalah karena aku tidak pernah membantu mereka disaat
mereka butuh bantuan. Sahabat itu adalah bagaikan rembulan yang menerangi di
kegelapan malam. Terima kasih sahabatku……….